FB : De Pe Elmiyana
e-mail: depe.elmiyana@yahoo.com

Jumat, 05 Oktober 2012

Menopause

Menopause merupakan perjalanan normal untuk setiap wanita. Dengan bertambahnya usia menyebabkan semua fungsi organ tubuh mulai menunjukkan adanya perubahan-perubahan yang signifikan. Menopause merupakan hasil berkurangnya sekresi hormon estrogen dan progesteron. Menopause alami terdeteksi setelah 12 bulan amenorrhoea. Pada awalnya, panjang siklus menstruasi menjadi tidak beraturan dan konsentrasi follicle-stimulating hormone (FSH) meningkat sebagai respon penurunan konsentrasi hormon di ovarium (Nelson, 2008).

Fase menopause tidak terjadi pada umur-umur tertentu yang spesifik tetapi bergerak seiring dengan waktu. Beberapa istilah digunakan untuk mendeskripsikan masa peralihan menopause. Stage of Reproductive Aging Workshop (STRAW) merupakan salah satu model yang telah dikembangkan untuk menggambarkan tujuh tahap masa reproduksi. Masa reproduksi dibagi menjadi siklus menstruasi teratur, masa peralihan menopause dengan variabel siklus menstruasi dan peningkatan nilai FSH, dan tahap postmenopause yang diawali dengan berakhirnya periode menstruasi hingga akhir hidup wanita (Nelson, 2008).



Masa peralihan awal (tahap -2) digolongkan dengan adanya perubahan siklus mentruasi normal >7 hari. Pada masa peralihan akhir (tahap -1) wanita mengalami dua atau lebih periode siklus menstruasi yang hilang dan jarak antara kedua masa menstruasi 60 hari atau lebih (Blake, 2006). Masa peralihan menopause berakhir setelah 12 bulan amenorrhea kenudian diikuti masa postmenopause. Masa postmenopause terjadi dalam 5 tahun meliputi 12 bulan setelah periode menstruasi berakhir dan 4 tahun setelah masa tersebut. Pada masa peralihan menopause ini terjadi perubahan fisiologis yang menyebabkan gejala-gejala menopause (Blake, 2006).

Gejala menopause merupakan sejumlah gejala yang berhubungan langsung dengan penurunan kadar estrogen dan dialami oleh lebih dari 70% wanita (Bruce dan Rymer, 2009). Gejala menopause ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu secara fisik dan psikologis. Bruce dan Rymer (2009) menyatakan bahwa gejala menopause berhubungan langsung dengan penurunan kadar estrogen. Biasanya terdapat dua gejala yang paling signifikan dan menyebabkan distres pada wanita yaitu hot flushes, yang sering menyebabkan insomnia dan kekeringan vagina. 

Hot flushes adalah sensasi hangat yang mendadak dengan durasi dan intensitas bervariasi, serta terjadi di kepala, leher, dan dada. Hot flushes merupakan salah satu gangguan vasomotor. Beberapa wanita melaporkan kesulitan dalam mempertahankan suhu tubuh yang nyaman dan secara bergantian merasa terlalu panas atau menggigil kedinginan (Blake, 2006). Hot flushes merupakan gejala yang paling sering dirasakan dan terjadi pada 75% wanita menopause, tetapi hanya 30% yang mencari pertolongan medis (Bruce dan Rymer, 2009).
Penyebab hot flushes belum diketahui secara pasti. Hot flushes diyakini merupakan hasil dari respon otak terhadap berkurangnya hormon dan fluktuasi hormon yang terjadi selama masa peralihan menopause. Hormon di ovarium berpengaruh dalam mekanisme termoregulasi yang mengatur homeostasis suhu di hipothalamus (Utian, 2005). 

Wanita yang merasakan  hot flushes seringkali mengalami gangguan tidur. Selain itu periode fisiologis normal seperti masa pubertas, menstruasi, kehamilan dan menopause berhubungan dengan perubahan pola tidur (Bruce dan Rymer, 2009). Bentuk lain dari ketidakstabilan vasomotor yang dirasakan oleh banyak wanita yaitu keringat malam. Adanya keluhan ini dapat menyebabkan gangguan tidur setiap malam karena pakaian dan linen yang basah serta banyak wanita mengeluh susah untuk dapat kembali tidur (Bruce dan Rymer, 2009). Berdasarkan data dari National Sleep Foundation, rata-rata wanita mengalami keringat malam tiga kali dalam seminggu (Utian, 2005).

Sekitar 40-60% wanita mengalami kesulitan tidur selama tahap menopause dan postmenopause (Nelson, 2008). Masalah tidur selama menopause berhubungan dengan perubahan hormonal. Kesulitan tidur disebabkan oleh penarikan estrogen selama menopause sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme serotonin yang memiliki peranan penting dalam keteraturan tidur. Estrogen memudahkan jatuh dalam tidur serta meningkatkan jumlah dan lamanya Rapid Eye Movement (REM) (Timur, 2009).

Selain gejala fisik ada pula gejala psikologis yang sering dilaporkan saat menopause yaitu depresi, penurunan daya ingat, cepat marah, kurang konsentrasi, kelelahan, dan kurang percaya diri. Sampai saat ini, masih terbatas bukti yang menunjukkan bahwa gejala ini secara langsung disebabkan karena kekurangan estrogen. Namun, terdapat reseptor estrogen, progesteron dan testosteron pada sejumlah bagian otak yang menunjukkan bahwa kekurangan hormon tersebut dapat menyebabkan gejala psikologis pada saat menopause (Bruce dan Rymer, 2009).

Pada sisi yang lain, estrogen memperlihatkan efek nyata pada beberapa neurotransmitter, misalnya serotonin, untuk menambah efek glutamat, meningkatkan sensitivitas katekolamin dan menghambat glutamat decarboxylase, dan dengan demikian mengurangi formasi gamma-amino butyric acid yang dapat mempengaruhi suasana hati seseorang (Bruce dan Rymer, 2009).



Referensi :

Blake, J. 2006. Menopause: Evidence-based Practice. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. Vol.20. No.6 :799-839. www.sciencedirect.com. diakses 8 Maret 2012.

Bruce, D., Rymer, J., 2008. Symptoms of the menopause. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynecology [serial online]. No.2: 25-32.

Nelson, H.D. 2008. Menopause. Lancet 371:760-770

Timur, S & Sahin, H.S. 2009. Effects of sleep disturbance on the quality of  life of Turkish menopausal women : A population-based study. Maturitas. 64:177-181

Utian, W.H. 2005. Psychosocial and sosioeconomic burden of vasomotor symptom in menopause : A comprehensive review. Health and Quality of Life Outcomes. 3:47



0 komentar: